Friday 16 November 2012

Dasar Hukum Sholat Dhuha

Dasar Hukum Sholat Dhuha
Hukum Shalat DhuhaPara ulama telah bersepakat bahwa hukum shalat dhuha adalah sunnah, bukan wajib. Hanya saja mereka berbeda pendapat, apakah kesunnahan shalat dhuha ini bersifat terus menerus (artinya shalat dhuha boleh dikerjakan setiap hari) atau nilai kesunnahannya hanya sesekali.

Berikut penjelasan yang di golongkan menjadi dua kelompok Dasar Hukum Sholat Dhuha :

1. Yang Menyatakan Sunahnya Dhuha Tetapi Hanya Sesekali Saja
Sebagian ulama ada yang memandang kesunnahan shalat dhuha adalah dengan sesekali saja, pendapat ini adalah yang dipegang oleh ummul mukminin Aisyah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan sebagian kalangan mazhab Hanbali.

Termasuk yang mengikuti pendapat ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyimrahimahullah.

Tertulis dalam Majmu’ al fatawa, Setelah Ibnu Taimiyah menetapkan bahwa Nabi Saw tidak mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus, ia mengatakan : “Muncul pertanyaan : ‘Dan yang lebih tepat adalah dengan mengatakan ;”Barangsiapa mengerjakan qiyaamul lail secara terus menerus, maka tidak perlu lagi baginya untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa yang tertidur sehingga tidak melakukan qiyamul lail, maka shalat Dhuha bisa menjadi pengganti bagi qiyamul lail.” (Majmu Al-Fataawaa, 22/284).

Apa yang dipegang kelompok ini adalah berdasarkan hadits dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah Saw melaksanakan shalat dhuha sampai kami mengatakan bahwa Beliau tidak pernah meninggalkannya, dan Beliau meninggalkannya sampai kami mengatakan bahwa Beliau tidak pernah mengerjakannya.” (HR. At Tirmidzi)

2. Kelompok Yang Menyatakan Sunah Dengan Kesunahan Yang Terus Menerus
Pendapat kedua ini – yakni yang berpendapat bahwa kesunnahan shalat dhuha adalah bersifat terus menerus – adalah pendapat yang dipegang jumhur (mayoritas) ulama. (al Mausu’ah al Fiqhiyah, II/9730)

Imam Asy Syaukani berkata : “ Dua rakaat dhuha dapat menyamai 360 kali sedekah, oleh karena itu hendaknya dilakukan secara terus menerus.” (Nailul Authar, 3/77).

Dari Abu Dzar ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “ Hendaknya di antara kalian bersedekah untuk setiap ruas tulang badannya. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, setiap bacaan takbir adalah sedekah, beramal ma’ruf adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan itu semua sudah tercukupi dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim)

Bahkan imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa hukum shalat dhuha adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Dalam Syarah muslim, setelah beliau membeberkan hadits-hadits keutamaan shalat dhuha, beliau berkata : “Hadits-hadits itu semuanya sejalan, tidak ada pertentangan diantaranya.

Walhasil, bahwa shalat dhuha itu hukumnya adalah sunnah muakkadah.”

Karena pendapat kedua ini adalah pendapat jumhur ulama, serta memiliki hujjah yang lebih kuat, lebih utama untuk diikuti.