Wednesday 30 October 2013

Macam - macam Tathayur di Sekitar Kita

Macam - macam Tathayur di Sekitar Kita - Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah, “Tathayur adalah beranggapan sial dengan sesuatu yang terlihat, terdengar, atau sesuatu yang telah maklum. Yang terlihat seperti terbangnya burung, yang terdengar seperti suara burung dan sejenisnya, serta yang maklum yakni sesuatu yang tidak terdengar dan tidak terlihat, seperti beranggapan sial dengan hari tertentu, dengan bulan tertentu, dan lainnya.”

Seorang yang bertathayur telah menyelisihi perkara tauhid dari dua sisi,

1. Dia memutuskan hawa nafsu tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersandar kepada sesuatu selain-Nya.

2. Menggantungkan hati kepada sesuatu yang tidak ada hakikatnya. (diringkas dari al-Qaulul Mufid Syarah Kitab at-Tauhid)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata, “… Tiyarah (tathayur) adalah syirik karena terkandung perbuatan menggantungkan hati kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Fathul Majid)

Dalil Haramnya Tathayur

Banyak dalil yang menunjukkan haramnya tathayur, bahkan tathayur adalah satu macam kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berkata,
“Tiyarah adalah syirik, tiyarah adalah syirik (beliau ucapkan tiga kali)….” (HR. Abu Dawud no. 3910, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh Albani)

Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda,
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, hamah, dan tidak ada pula (bulan) Shafar.” [1] (HR. Al-Bukhari no. 5757)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan menerangkan, hadits ini jelas menunjukkan haramnya tiyarah, dan tiyarah adalah syirik karena terdapat perbuatan menggantungkan hati kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga berkata, “Tathayur menjadi syirik besar jika seseorang yang bertathayur meyakini perkara yang dia jadikan sarana tathayur bisa berbuat dan melakukan kejelekan dengan sendirinya. Jika dia meyakini sebagai sebabnya saja, hukumnya adalah syirik kecil.”

Bentuk-Bentuk Tathayur, Kesyirikan yang Dianggap Biasa :

Kalau kita mau mengumpulkan bentuk-bentuk tathayur yang dilakukan masyarakat, niscaya akan kita dapatkan banyak sekali bentuk tathayur yang mereka lakukan dengan berbagai macam objeknya. Lebih sangat disayangkan, banyak orang menganggap hal tersebut sebagai perkara biasa. Mereka tidak paham bahwa perkara tathayur merusak tauhid seorang muslim.

Dalam tulisan ini akan disebutkan secara global sebagian bentuk tathayur yang ada di masyarakat kita. Mudah-mudahan menjadi nasihat bagi kaum muslimin untuk menjauhi tathayur dan mengingatkan orang lain yang masih sering melakukannya.

Di antara bentuk tathayur yang menyebar di masyarakat kita.

1. Bertathayur dengan melihat arah terbangnya burung

Ini adalah asal mula tathayur; beranggapan sial dengan burung. Jika melihat burung terbang ke kanan misalnya, mereka melakukan apa yang telah diniatkan sebelumnya. Namun, jika melihat burung ke arah kiri, mereka mengurungkan niat beraktifitas, bepergian, atau lainnya.

2. Bertathayur dengan hari tertentu

Di antaranya adalah keyakinan sebagian orang bahwa malam Jum’at adalah malam yang keramat, yang pada hari itu banyak terjadi musibah.

Di sebagian daerah, orang tidak mau bekerja di hari Senin. Masuk ke dalam poin ini, perbuatan sebagian orang yang menganggap sial kalau anaknya lahir di tanggal dua puluh satu.

3. Bertathayur dengan bulan tertentu

Seperti keyakinan jahiliah yang meyakini Shafar sebagai bulan sial dan Syawal adalah bulan sial bagi yang menikah di bulan tersebut.

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menikahi Aisyah radhiyallahu ‘anha di bulan Syawal dan Aisyah radhiyallahu ‘anha berbangga-bangga dengan itu kepada istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang lain.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam al-Bidayah wan Nihayah, “Bersandingnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha di bulan Syawal adalah bantahan bagi sebagian orang yang tidak menyenanginya dengan sangkaan khawatir adanya perceraian di antara keduanya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah berkata,
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, tidak ada keyakinan kepada burung hantu, dan tidak ada keyakinan tentang sialnya (bulan) Shafar.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah beranggapan sial di bulan tersebut.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata bahwa beranggapan sial dengan bulan Shafar termasuk tiyarah yang dilarang, demikian juga beranggapan sial dengan hari tertentu seperti hari Rabu dan anggapan sial ala jahiliah jika menikah di bulan Syawal. Semisal dengan ini di masyarakat kita adalah tiyarah dengan bulan Sura (Muharram) sehingga sebagian orang tidak mau melakukan acara pernikahan di bulan tersebut.

4. Bertathayur dengan angka tertentu

Sebagian mereka beranggapan sial dengan angka tertentu. Kelompok yang paling terkenal kedunguannya dalam masalah angka adalah Syiah Rafidhah, karena mereka antipati terhadap angka sepuluh. Mengapa? Karena akidah merela yang sesat membenci bahkan mengkafirkan sepuluh orang sahabat yang dipastikan masuk surga (termasuk Ali).

Masuk ke dalam poin ini adalah perbuatan sebagian orang yang menganggap adanya nomer-nomer keberuntungan, seperti angka delapan, atau nomer-nomer sial, seperti angka tiga belas. Mereka rela mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli nomer-nomer telepon atau memesan pelat nomer kendaraan yang mengandung hoki (keberuntungan) menurut mereka, angka delapan misalnya.

5. Bertathayur dengan ayat al-Qur’an

Sebagian orang bahkan beranggapan sial dengan al-Qur’an. Mereka membuka mushaf, jika yang terbuka ayat tentang azab mereka pun beranggapan sial.

6. Bertathayur dengan burung hantu

Di antara bentuk tiyarah jahiliah adalah beranggapan sial dengan burung malam atau kadang disebut burung hantu. Sebagian orang berkeyakinan kalau rumahnya didatangi burung tersebut, ada salah seorang dari penghuninya yang akan wafat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berkata,
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, dan tidak ada keyakinan kepada burung hantu….”

Asy-Syaikh Abdurrahman Alu asy-Syaikh berkata, “Al-Farra’ berkata, ‘Al Hamah adalah salah satu burung malam’.”

Ibnur Arabi rahimahullah berkata, “Mereka dahulu turut beranggapan jika ada burung hinggap di rumah salah seorang dari mereka, ia akan berkata, ‘Burung ini membawa kabar duka untukku atau kepada salah seorang penghuni rumah’.”

Demikian yang terjadi di masyarakat Arab. Bisa jadi, setiap masyarakat memiliki anggapan demikian terhadap jenis burung yang lain.

7. Bertathayur dengan gatal yang ada di tubuhnya

Kalau gatal di telapak tangan kanan, itu tanda kebaikan; kalau yang gatal yang kiri berarti tanda kejelekan.

8. Di antara bentuk tathayur yang ada, mereka tidak jadi bepergian karena ketika hendak pergi ada gelas atau piring yang pecah atau melihat hewan tertentu

9. Bertathayur dengan suara gemuruh di telinga

Ketika di telinganya ada suara-suara gemuruh dianggap sebagai tanda kejelekan.

10. Bertathayur ketika bertemu dengan orang buta atau cacat lainnya

11. Bertathayur dengan tempar tertentu

Di antara tempat yang dijadikan tathayur adalah tempat, ketika banyak kecelakaan di satu tempat misalnya, mereka menganggap sebagai tempat “angker” yang memiliki pengaruh dalam kecelakaan-kecelakaan yang ada.

12. Sebagian pedagang melakukan tathayur dengan minta uang pas dari pembeli pertama

Sebagian mereka beranggapan kalau dalam penjualan pertama (penglaris) mengeluarkan uang kembalian maka akan merusak jualannya di hari tersebut.

13. Bertathayur dengan beberapa aktivitas

Di antaranya tathayur dengan menyapu rumah ketika dirinya sedang safar atau (pergi ke) salah satu keluarganya. Mereka menyangka bahwa itu adalah sebab kebinasaannya.

Demikian juga mereka bertathayur dengan menyapu rumah di waktu siang atau malam karena mereka menyangka itu adalah sebab dihilangkan berkah dan rezeki.

Mudah-mudahan sedikit tulisan ini bisa menjadi pencerahan bagi orang-orang yang terkadang masih terjatuh pada tathayur dan juga bermanfaat sebagai bahan nasihat bagi kaum muslimin.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Catatan kaki:
[1] “Tidak ada penyakit menular”, maksudnya yang menular dengan sendirinya tanpa kehendak Allah. “Hamah” maksudnya anggapan sial dengan burung hantu. Adapun “tidak ada bulan Shafar” maksudnya anggapan sial dengan bulan Shafar. (-ed.)

[Faidah ini diambil dari majalah Asy Syariah no. 82/VII/1433 H/2012, dalam artikel “Tathayur Praktik Syirik Masa Jahiliah” tulisan Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak, hal. 52-54 dan 82.